Orang Tua Kaya Raya, Anak Foya-foya


                   
“Bukan salahku jika aku lahir sebagai orang kaya....Orang bilang aku pamer kekayaan, padahal memang seperti itu lah hidupku”

Warren Buffet, pengusaha yang selama puluhan tahun namanya tak pernah keluar dari daftar 10 orang terkaya di dunia, masih tetap tinggal di rumah lamanya di Omaha. Prinsip hidup Warren Buffet ini memang masuk akal. Kualitas hidupnya, menurut Buffet, tak dipengaruhi oleh jumlah uang di rekeningnya. Ya, bagi orang sekaya dia, hartanya berkurang Rp 5 triliun atau Rp 30 triliun sekali pun tak akan berpengaruh satu dolar pun ke uang belanja di rumahnya.

Punya banyak rumah atau banyak mobil, bagi Buffet, justru malah bikin pusing. “Hidup ku tak akan jadi lebih bahagia. Malah mungkin hidupku bakal lebih buruk lagi jika aku punya enam atau delapan rumah,” kata dia, dikutip Business Insider. Pada dasarnya, toh kebutuhan orang memang terbatas. “Aku sudah punya semua yang aku butuhkan. Dan aku tak butuh lainnya karena itu tak akan membuat perubahan apa pun.”

Di India, Azim Hashim Premji adalah sebuah anomali. Dia seorang muslim, salah satu orang terkaya di India dan hidup ‘sederhana’. Dengan kekayaan US$ 18,8 miliar atau sekitar Rp 279 triliun, Azim merupakan orang paling tajir kedua di India setelah Mukesh Ambani.

Tak cuma dermawan – dia berkomitmen menyumbangkan paling tidak separuh hartanya untuk kegiatan sosial – bos Wipro itu juga hidup irit dan sederhana. Lihat lah mobil yang dia kendarai bertahun-tahun. Meski mampu membeli mobil termahal di bumi sekali pun, hingga 2014 lalu, mobil Azim hanya lah sedan Toyota Corolla tua.

Setelah hampir sepuluh tahun dia kendarai, pada 2014 lalu mobil itu dia pensiunkan. Penggantinya memang Mercedes Benz, tapi Azim pilih seri Mercedes Benz C Class, bukan S Class yang lebih besar dan tentu lebih mahal. Itu pun Azim beli sedan Mercedes lungsuran alias bekas milik anak buahnya.

Memang ada orang kaya seperti keluarga Ambani, Hilton, Jianlin, Ellison, atau Mittal, yang doyan barang-barang mahal, tapi tak sedikit pula pengusaha-pengusaha paling tajir di planet ini yang tetap hidup ‘sederhana’ meski duitnya tak bakal habis dua puluh keturunan sekali pun.


Anak Foya-Foya

Azim dan Buffet sudah lanjut usia. Gaya hidup sederhana mereka belum tentu bisa diwariskan ke anak-anak dan cucu-cucunya. Anak tak selalu mengikuti jalan dan gaya hidup bapaknya. Beberapa waktu lalu, Wang Jianlin, pendiri dan bos besar konglomerasi Grup Wanda, terpaksa mengambil keputusan pahit. Salah satu orang paling tajir di China daratan ini terpaksa mewariskan pengelolaan perusahaannya kepada tim profesional, bukan kepada putra satu-satunya, Wang Sicong.

“Seperti sudah diketahui banyak orang, aku sudah bertanya kepadanya dan dia bilang tak ingin mengikuti jalan hidupku,” Wang Jianlin menuturkan kepada wartawan seperti dikutip The Straits Times. “Anak muda punya pilihannya sendiri. Dan mungkin memang bakal lebih baik jika perusahaan dikelola oleh para profesional.”

Seperti sudah diketahui banyak orang, aku sudah bertanya kepadanya dan dia bilang tak ingin mengikuti jalan hidupku'

Lain bapak, lain pula anak. Tak seperti rata-rata orang tua mereka yang sempat “mencicipi” Revolusi Kebudayaan dan biasa hidup prihatin – Wang Jianlin pernah menjadi prajurit di Tentara Pembebasan Rakyat -- anak-anak muda seperti Sicong tak pernah merasakan hidup susah. Sejak lahir mereka sudah biasa “mandi” dengan uang.

Setengah abad silam, Pemimpin Besar Tiongkok Mao Zedong menggelar Revolusi Kebudayaan untuk menyapu bersih cara berpikir, adat istiadat, dan segala kebiasaan, yang dianggap berbau borjuis. Tapi generasi baru Tiongkok, anak-anak muda yang lahir dari keluarga-keluarga super tajir Cina bukan lah anak-anak Revolusi Kebudayaan.

Tak usah buang-buang waktu bicara soal cita-cita Revolusi Kebudayaan China dengan mereka. Anak-anak muda ini lebih tertarik bicara soal Ferrari, Lamborghini, Maserati, Gucci, Hermes, atau Grands Échezeaux, ketimbang berdiskusi soal ajaran Mao dan cita-cita negara komunis. Mereka ini lah para fuerdai, generasi kedua orang-orang kaya di China.


Wang Sicong, 30 tahun, memang sudah kondang dengan segala polahnya. Beberapa waktu lalu, Shanghaiist menulis bagaimana Sicong menghabiskan 2,5 juta Yuan atau Rp 5,4 miliar dalam semalam di klub karaoke Beijing KTV. Sicong yang mengklaim sebagai gaofushuai, “tinggi, kaya, dan ganteng”, ini memang enteng saja merogoh kantong dan menghamburkan uang bapaknya.

Tiga tahun lalu, dia menggelar pesta ulang tahun ke-27 besar-besaran di satu hotel bintang lima di Sanya dan mendatangkan grup K-pop, T-ara. Pantai di sekeliling hotel itu ditutup untuk umum demi pesta Sicong. Kepada para tamunya, Sicong dengan royal membagi-bagikan tablet iPad terbaru bak tengah menebar kupon makan.

Tapi rupanya penampilan T-ara di pesta pribadi Sicong itu membuat penggemar berat grup vokal dari Korea Selatan itu kurang senang. Salah seorang penggemar T-ara menulis di laman Weibo, bahwa tak semestinya T-ara manggung hanya untuk memuaskan orang berduit seperti Sicong.

Komentar penggemar T-ara itu membuat Sicong sewot berat. “Kelompok lain juga naik panggung bagi mereka yang mampu membayar....Kamu tak mampu membayar T-ara, tapi aku bisa. Bukankah caraku ini bisa menjadi ajang promosi mereka? Dasar kamu idiot,” Sicong membalas komentar di Weibo.

Menurut Rupert Hoogewerf, Kepala Riset Hurun Report, ada sekitar 67.000 warga China yang memiliki kekayaan lebih dari 100 juta Yuan atau Rp 210 miliar hingga September 2014 lalu. Kota Beijing, Shanghai, Shenzhen, Guangzhou, dan Hangzhou, menjadi rumah utama bagi para pemilik duit tanpa seri ini. Punya banyak duit, orang-orang kaya ini, terutama anak-anak mereka mulai mengincar kota-kota lain di dunia.

“Aku ingat mendapatkan dompet Chanel pertama kali saat masih umur sembilan tahun,” kata Pam Zhou, dikutip Business Insider. Sudah beberapa tahun Pam tinggal di Vancouver, Kanada, tapi orang tuanya masih menetap dan mengeruk duit di tanah leluhur Tiongkok.

Seperti Pam, teman karibnya, Diana Wang, 25 tahun, sudah beberapa tahun tinggal dan kuliah di Kanada. Di “kampungnya”, Shanghai, Diana biasa mengendarai sedan Ferrari atau Mercedes-Maybach. Tapi di Kanada, Diana “hanya” menunggang sedan Audi RS5. Di Indonesia, Audi RS5 harganya berkisar Rp 2,5 miliar.

Membeli mobil mewah seperti Ferrari, menurut Diana, merupakan investasi yang buruk karena harganya sudah pasti bakal anjlok. “Lebih baik membelanjakan setengah juta dolar untuk jam tangan atau berlian,” Diana, dikutip New York Times, menyarankan. Gadis ini punya puluhan tas Chanel dan mengkoleksi jam tangan mewah. Di pergelangan tangannya melingkar jam Breguet yang harganya setara satu mobil BMW.

Vancouver yang nyaman dengan iklim tak terlampau dingin memang jadi salah satu tempat tinggal favorit bagi anak-anak dan keluarga miliarder dan triliuner dari daratan Tiongkok. Menurut catatan pemerintah metropolitan Vancouver, sekarang hampir seperlima penduduk kota itu merupakan keturunan etnis China. Mereka keturunan pengusaha kaya, tapi ada pula keluarga pejabat-pejabat tinggi China. “Di Vancouver banyak anak pejabat-pejabat korup dari China,” kata Shi Yi, pemilik dealer mobil mahal Luxury Motor.

Meski betul belaka, mungkin banyak orang bakal kesal juga mendengar kata-kata anak orang kaya seperti Blanche Yuan ini. “Bukan salahku jika aku lahir sebagai orang kaya,” kata Blanche, kini 25 tahun, dikutip The Coverage beberapa waktu lalu. Dia tinggal di Amerika Serikat di apartemen yang dibelikan orang tuanya seharga sekitar Rp 9,5 miliar dan sehari-hari menyetir Porsche. Saat masih kuliah, setiap bulan orang tuanya memberinya uang saku HK$ 230.000, kurang lebih Rp 430 juta per bulan. Lebih besar ketimbang gaji Direktur Utama perusahaan besar di Indonesia sekali pun. “Orang bilang aku pamer kekayaan, padahal memang seperti itu lah hidupku.”

Lebih baik membelanjakan setengah juta dolar untuk jam tangan atau berlian
Ada banyak cerita soal para fuerdai di Tiongkok, juga anak-anak pengusaha super tajir di Indonesia, Malaysia, India, dan di mana pun, yang berfoya-foya dengan duit orang tuanya. Tapi tak sedikit pula anak-anak pengusaha tajir ini yang bersekolah dengan sangat serius dan mengejar karir di atas kakinya sendiri. Wendy Yu, Kelly Zong, pewaris raksasa minuman Wahaha, Liu Cang, pewaris Grup New Hope, dan Lin Han, di antaranya.

Dia adalah putri pemilik Grup Mengtian, perusahaan besar di China. Wendy tak suka disebut sebagai fuerdai. Dia lebih suka disebut sebagai investor atau filantropis. Dia mendirikan perusahaan fashion dan terus berinvestasi ‘membiakkan’ uangnya dan uang dari orang tuanya. Sementara Lin Han mendirikan M-Woods, museum seni di Beijing. Sebelumnya, dia banyak menghabiskan uang untuk mengkoleksi mobil. “Tapi aku mulai bosan,” kata dia kepada BBC. Sejak beberapa tahun lalu, dia mulai mengumpulkan rupa-rupa karya seni.
Orang Tua Kaya Raya, Anak Foya-foya Orang Tua Kaya Raya, Anak Foya-foya Reviewed by Putra on 11:56:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.