Perjalanan Jahja Setiaatmadja Jadi Bos BCA

Jahja Setiaatmadja
Jalan hidup dan takdir manusia memang hanya Tuhan yang tahu. Siapa sangka, orang nomor satu di PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja dulunya memulai karir dari nol. Ia adalah anak laki-laki bukan dari keluarga berada. Ayahnya memang pegawai Bank Indonesia (BI) tapi bukan dengan jabatan yang tinggi.

Dalam memilih bangku kuliah, Jahja yang saat itu ingin menjadi dokter gigi harus mengubur keinginannya karena terbentur biaya yang mahal. Sang ayah menyebut jika Jahja ingin melanjutkan kuliah ya harus jurusan ekonomi di Universitas Negeri.

Tapi kini Jahja bisa memimpin Bank BCA, bank terbesar di Indonesia nomor tiga dari segi aset.


Berikut perjalanan karir Jahja :

Jahja Setiaatmadja memulai karir bankirnya dari nol. Saat masih menjadi mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada 1979, Jahja sudah mulai bekerja di sebuah perusahaan akuntan bernama Publik Pricewaterhouse.

Ia bekerja di kantor tersebut atas rekomendasi kakak kelasnya di UI bernama Idrus Munandar. Saat itu Jahja mendapatkan gaji Rp 60.000 setiap bulan, ya memang ia saat itu menduduki posisi sebagai junior accountant.

Gaji sebesar Rp 60.000 dirasa Jahja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu ia juga mencari penghasilan tambahan dengan menjadi tukang sewa kaset video milik seorang anggota Komisi Pembantu Setempat (KPS) Penabur. Ia menawarkan kaset tersebut ke teman sekolah dan kuliahnya.

"Saya hubungi teman-teman yang berminat sewa kaset. Setelah sepakat saya datang bawa banyak kaset video supaya mereka pilih. Satu minggu lagi saya datang dan mengganti kaset baru, begitu terus," ujar Jahja kepada detikFinance.

Kegiatan inilah yang membawa Jahja kenal dengan salah satu Direktur PT Kalbe Farma Rudy Capelle yang saat ini sudah almarhum. Ia adalah pelanggan tetap Jahja, siapa sangka Rudy mengatakan jika Kalbe Farma sedang mencari karyawan.

"Pada 1980, saya akhirnya pindah ke Kalbe Farma. Nah di situ awal karir saya menjadi asisten manajer," kenang Jahja.

Setelah bekerja di Kalbe Farma, Jahja berhenti menjadi tukang sewa kaset video, karena kebutuhannya sudah mampu terpenuhi dari gaji kantornya yang baru ini.

Di Kalbe Farma, Jahja mendapatkan banyak kesempatan untuk belajar dengan mengikuti kursus-kursus terkait keuangan dan manajemen. Hingga akhirnya ia sadar, ia harus menyelesaikan skripsi yang selama ini tertunda. Pada 1982, setelah ia merasakan terjerat 'kenikmatan bekerja', Jahja menyelesaikan skripsi lalu mengantongi gelar Doktorandus (Drs.).

Dia menceritakan, dua tahun kemudian ia mendapat promosi naik jabatan menjadi manajer keuangan sampai tahun 1988. Lalu saat usianya memasuki 33 tahun, Jahja diangkat menjadi direktur Keuangan Kalbe Farma.

Satu tahun kemudian, Jahja pindah kantor lagi ke Indomobil dan masih menjabat sebagai Direktur Keuangan. Tak disangka pada Oktober 1990, Jahja diminta pindah ke BCA. Saat pindah, Jahja diberitahu oleh pemilik BCA, jika bank ini lebih besar daripada perusahaannya yang dulu. Sehingga saat itu ia menjabat sebagai wakil kepala divisi atau setingkat general manajer, bukan direktur.

"Mereka menjanjikan satu tahun kemudian diangkat sebagai kepala divisi. Saya tunggu, sampai 1995, baru akhirnya diangkat jadi kepala divisi," ujar dia.

Awal Januari 1996, Jahja sudah menduduki kepala divisi treasury sampai 30 April 1999. Kemudian ketika BCA diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Jahja diangkat menjadi direktur.

Ia mengemban jabatan direktur hingga 2005 dan ia diangkat menjadi wakil presiden direktur.

"Saya diminta bantu pak Setijoso untuk jadi wakil. Kemudian 2009 pak Setijoso memutuskan jadi Komisaris Utama saja, saya diminta jadi Presiden Direktur dan resmi menjabat pada 2011 sampai sekarang," imbuh dia.

Lima Keseimbangan 

Jahja menceritakan, sebagai manusia ia harus memiliki lima keseimbangan. Pertama, ketuhanan ini sesuai dengan prinsip beragama dan ber Tuhan. "Percaya Dia yang mengatur semuanya yang terjadi," ucap Jahja.

Kedua, komunitas. Karena sebagai mahkluk sosial, manusia harus memiliki teman yang harus dijaga. Ketiga adalah keluarga, menurut Jahja ini sangat penting karena keluargalah orang yang selalu ada.

"Harus diutamakan, anak, istri, suami atau cucu, harus ada waktu untuk mereka," kata Jahja.

Lalu kesehatan, menurut Jahja dalam bekerja jangan sampai lupa diri sehingga kesehatan terabaikan. Namun juga jangan terlalu santai.

Terakhir kelima adalah keuangan, yang harus dijaga kewajarannya, jangan sampai salah mengatur keuangan dan terlampau konsumtif.

"Semuanya harus dijaga agar seimbang dan mencapai ekulibrium yang baik bersama. Saya mencoba gaya hidup seperti itu, jangan ngoyo kerja, jangan hura-hura. Main sama keluarga, jaga kesehatan itu penting karena kesehatan tidak bisa dibeli kalau sudah sakit mau Rp 1 M atau Rp 1 T itu nggak bisa didapatkan," ujarnya.


Setiap hari, Jahja rutin berenang selama 30 menit. Kemudian ia juga saat ini sedang mempelajari meditasi untuk melatih pernapasan dalam, minimal satu jam ia lakukan untuk melancarkan pernapasan.

Tak hanya di rumah, meditasi juga ia lakukan saat ada perjalanan jauh baik di mobil maupun di pesawat. Menurut dia, meditasi yang dia lakukan ini bisa menyegarkan kembali tubuhnya usai lelah bekerja.

"Bisa reparasi organ kita sendiri, seperti di recharge. Guru saya bilang, fisiknya juga harus dilatih. Makanya saya renang dan golf sekalian sosialsiasi juga. Daripada saya temenin istri saya dorong troley di super market, mending saya main golf," candanya.

Menurut Jahja, golf adalah olahraga yang penuh tantangan. Beda dengan olahraga lainnya, seperti tinju, bulu tangkis, silat atau karate yang kalau sudah memukul lawan maka ia yang menang.

Jahja bercerita, dalam golf ia harus berkompetisi untuk memperbaiki diri.

"Kalau lawan saya bagus, ya saya harus lebih bagus, caranya bukan dengan cara menjatuhkan lawan. Makanya saya mau BCA itu seperti golfer, selalu memperbaiki diri tidak sikut kiri kanan," ujarnya.

Seperti golf juga, BCA menurut Jahja harus memberikan pelayanan yang terbaik. Karena jika sudah terbaik maka bisa lebih unggul dalam kompetisi yang sehat dalam persaingan.

Keluarga adalah segalanya untuk Jahja. Ia saat ini selalu berupaya untuk membahagiakan anak dan istrinya. Caranya adalah dengan menyempatkan setiap waktu luang untuk bisa bersama mereka.

"Kebetulan anak saya sudah menikah dua-duanya dan saya punya dua cucu laki dan perempuan. Kalau hari sabtu saya pagi golf sampai siang, lalu pulang dan makan di rumah. Malamnya kondangan atau pergi berdua sama istri atau anak-anak. Minggu kami pergi ke gereja," kata dia.

Jahja mengaku sedih, ia tak bisa maksimal membahagiakan kedua orang tuanya. Ibu Jahja meninggal pada 1983 silam sebelum ia menikah. Kemudian sang ayah meninggal pada 1995.

"Saya sedih, dulu hanya bisa mengajak dia jalan-jalan ke puncak, tapi memang waktu itu kemampuan saya segitu karena saya mulai dari zero. Itu juga saya baru selesai melunasi utang KPR dulunya papan sejahtera, harus bereskan itu semua. Jadi saya belum terlalu bisa menyenangkan mereka, kalau sekarang mungkin saya bisa ajak mereka keluar negeri atau ke mana saja yang mereka mau," kenang dia.


Cerita Tentang Krisis 1998

Beberapa waktu terakhir pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS disebut-sebut mirip dengan krisis 1998. Karena nilai dolar AS terus mendekati posisi Rp 15.000.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja yang sudah 28 tahun menjadi bankir menceritakan tahun 1998 adalah masa-masa terberat untuk dunia perbankan di Indonesia.

Saat itu, International Monetary Fund (IMF) meminta pemerintah untuk menutup 16 bank kecil.

"Saya ingat, saat itu ketika bank-bank kecil ditutup masyarakat resah dan mereka memindahkan dana ke bank pemerintah dan bank besar termasuk BCA," kata Jahja saat berbincang dengan detikFinance, belum lama ini.

Kemudian, hal tersebut dilanjutkan dengan krisis moneter dan krisis ekonomi. Namun, kepercayaan masyarakat terhadap bank masih ada. Pada Mei 1998, pemerintahan Soeharto mengalami masalah.

Padahal saat itu 30% saham BCA dikuasai anak-anak Soeharto. "Saat itu memang sulit, karena ada nuansa politiknya, jadi masyarakat hilang kepercayaan dan mereka tarik dana besar-besaran. Sampai akhirnya BPPN ambil alih bank ini setelah rush. Oktober dan November 1998 kepercayaan berangsur membaik," tambah dia.

Kepercayaan itu kembali karena masyarakat melihat ada penyelamatan dan bisnis bank mulai berjalan normal. Pada 1999 BCA sudah mengalami untung dan pada tahun 2000 BCA mulai melepas kredit secara normal.

Kemudian setelah masa pemulihan, makin banyak nasabah loyal BCA. Apalagi dengan mulai dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 2004.

Jahja menjelaskan, saat ini kondisi ekonomi Indonesia tidak mirip dengan era 97/98. Saat itu masalah politik sangat kuat sehingga menyebabkan kerusuhan. Kondisi ekonomi nasional saat ini murni dipengaruhi sentimen global.

Namun Jahja tak memungkiri jika masalah politik pemilihan Presiden RI tahun depan juga sangat krusial. Dia mengharapkan isu ekonomi ini tak dijadikan sebagai bahan bakar politik.

"Ya meskipun di dunia politik semua cara dihalalkan. Harapan saya janganlah, kalau Indonesia hancur kan kita rakyat sama-sama rugi. Padahal sekarang lagi bagus, kalau tidak ada faktor eksternal Indonesia bagus ekonominya. Tidak ada yang mengganggu kepercayaan masyarakat," jelas dia.

Lain dulu lain sekarang, Jahja menjelaskan saat 1998 kondisi sangat sulit karena inflasi tinggi, BI yang menaikkan bunga terlalu cepat untuk menahan aliran modal asing keluar, kurs Rupiah tak terkendali dan cadangan devisa Indonesia yang sangat kecil, bahkan tidak cukup.

Saat itu, pengawasan penjualan dolar AS sangat longgar dan menyebabkan spekulan bisa memborong dolar AS dalam jumlah besar.

"Jadi orang mau beli dolar AS itu gampang sekali. Kalau sekarang kan mau beli banyak ditanya dulu underlying-nya mana? Kalau butuh buat impor harus jelas dulu peruntukannya apa," tambah dia.

Kemudian dari nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang bergerak sangat cepat dari kisaran Rp 2.000 pada November 1997 menjadi Rp 16.000 pada 1998.


"Kalau dulu itu geraknya cepat sekali, cepaaat sekali. Hanya dalam beberapa bulan. Kalau sekarang kan pelan-pelan dan karena faktor eksternal," ujarnya.
Perjalanan Jahja Setiaatmadja Jadi Bos BCA Perjalanan Jahja Setiaatmadja Jadi Bos BCA Reviewed by Putra on 12:19:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.